Skip to main content

Self: Introversion in Me

Kalau ditanya, sebenarnya kamu itu orang yang kayak gimana, kamu bakal jawab apa?

Well, gue jujur nggak pernah ditanya, sih, tapi sedikit banyak gue tahu gue itu orang yang kayak apa.

Gue sudah pernah tes minat-bakat sekaligus tes kepribadian, online, offline, free maupun berbayar. Semua hasilnya menunjukkan kalau gue memang seorang introvert. Tipe kepribadian gue menurut Myers-Birggs Type Indicator (MBTI) adalah INFP/INFJ yang artinya Introvert, iNtuituve, Feeling dan Perceiving/Judging. Kenapa gue tulis dengan garis miring di situ? Karena hasil tes gue menunjukkan kecenderungan gue sebagai INFP dan INFJ. Hasilnya hampir seimbang. Hasil tes gue menunjukkan kalau gue adalah INFJ, tapi menurut semua ciri-ciri INFP dan INFJ yang sudah gue bandingkan dengan diri sendiri, gue lebih ke INFP daripada INFJ. 

Introvert. Buat kalian yang belum tahu, introvert itu adalah orang yang lebih menyukai berada dalam pikiran atau dunianya sendiri. Introvert ini memiliki pikiran dan dunia yang biasanya dikhususkan bagi mereka sendiri dan dari mereka sendiri. Mereka cenderung menutup diri dari lingkungan sekitarnya. Biasanya lingkup pergaulan mereka tidak seluas mereka yang memiliki kepribadian extrovert, mengingat introvert lebih cenderung menutup diri. Biasanya orang-orang introvert lebih senang sendirian daripada berada di tengah banyak orang. Banyak yang salah kaprah introvert itu istilah untuk orang pemalu, tapi tidak semua orang pemalu itu introvert.

Sebenarnya, banyak orang juga salah menyangka introvert itu berarti kurang pergaulan (kuper), pemalu, aneh, tertutup, bahkan ada orang yang menyangka introvert itu orang somboing. Tidak sama sekali. Introvert sama sekali bukan hal yang buruk. Mereka hanya lebih menyenangi kesendirian dibandingkan harus berada di antara banyak orang. Bukan berarti mereka sombong, kan? Mereka memang tidak nyaman, bukan merasa diri superior lalu tidak mau bergaul dengan orang-orang lain. 

Gue pernah memberitahu teman-teman gue kalau gue ini introvert dan mereka kaget. Kenapa kaget? Mereka nggak menyangka sama sekali kalau gue introvert. Jujur, dari semua hasil tes kepribadian itu, tingkat introversi gue lebih dari 60%, yang mana adalah persentase yang cukup tinggi. Dari luar, gue kelihatan seperti orang extrovert, kata mereka. Tapi mereka nggak tahu gue sebenarnya orang yang tertutup. Gue memang senang punya banyak teman dan senang bergaul dengan banyak orang, tapi bukan berarti gue nyaman saat bergaul itu. Mungkin orang-orang akan melihat gue dekat dengan banyak orang, tapi sebenarnya yang gue anggap dekat dan gue anggap sahabat itu hanya segelintir orang dari semua teman gue yang bisa dibilang sebenarnya tidak terlalu banyak sih. Untuk menceritakan hal-hal pribadi, gue sangat selektif. Ini sebabnya gue bilang gue orang yang tertutup. Gue tidak banyak bercerita ke orang-orang, apalagi masalah pribadi. Lebih banyak saat bergaul, gue mendengarkan dan menanggapi orang lain bercerita ke gue.

Sesekali, gue bisa merasa sangat jenuh sampai bete, lalu menyendiri. Saat sendiri itu, sebagai seorang introvert, seharusnya gue benar-benar ingin sendiri. Tapi sendiri yang gue maksud itu bukan kesendirian yang hanya seorang diri. Sendiri yang gue maksud adalah gue ditemani satu atau dua orang yang gue anggap paling dekat dengan gue, orang yang di depannya gue bisa sangat terbuka tentang apa saja. Orang yang tahu, gue itu seperti apa aslinya dan sangat bisa menerima gue dengan segala kekurangan gue ini, jadi gue bisa menjadi diri gue sendiri. Tentu gue juga menerima mereka apa adanya karena itu keharusan dan gue biasanya bisa menyesuaikan diri dengan sendirinya. Gue lebih nyaman seperti itu, daripada dikelilingi banyak teman atau kenalan, tapi tidak ada sama sekali yang punya kedekatan batin dengan gue. Maksudnya, tidak ada yang gue anggap cukup dekat biar gue bisa terbuka.

Jujur aja, gue juga senang kok bergaul, dengan orang-orang extrovert maupun introvert. Bagi gue, perbedaannya hanya satu. Di depan orang extrovert, gue bisa dengan santai mendengarkan, karena extrovert akan selalu mendominasi percakapan dengan cerita-ceritanya dan gaya bicaranya yang asik. Tapi, di depan orang introvert, gue juga bingung harus bagaimana, kecuali seperti kata gue tadi, gue menganggap dia dekat dengan gue. Gue sejujurnya juga bingung bagaimana harus berintraksi satu dengan satu dengan introvert, karena gue sendiri introvert dan tidak cukup pandai membuka percakapan. Hanya itu bedanya. Jadi, kalau atmosfer dalam interaksi itu sudah gue anggap awkward dan bikin gue sangat nggak nyaman, biasanya gue akan menarik diri.

Kesannya, buruk banget, ya, jadi introvert? Gue juga kadang merasa salah menjadi introvert. Merasa tidak terima gue adalah seorang introvert jadi gue harus tertutup dan tidak terlalu pandai bergaul. Ditambah lagi, gue punya kekurangan yang namanya self-judge dan over-think. Lengkap banget, deh. Gue introvert, tertutup, suka menilai diri sendiri sesadis-sadisnya, mikirin sesuatu berlebihan sampai-sampai semua dipikirin, apalagi yang negatif, tapi disimpan sendiri. Ujung-ujungnya, gue nggak menerima diri gue sendiri yang introvert ini. Padahal sebenarnya, introvert itu nggak buruk sama sekali. Gue akhirnya sadar, sih, kalau inilah gue. Gue yang introvert dengan kekurangan gue itu. Kalau gue mau berubah, pertama-tama gue harus terima dulu semua kepribadian dan kekurangan gue itu. Perubahan baik itu nggak terjadi di bawah penolakan. Maka itu, gue pelan-pelan menerima gue memang introvert dan berusaha banget buat nyaman dengan diri gue yang seperti ini, baru gua akan berubah juga pelan-pelan.




Nggak usah malu kalau memang kamu itu introvert. Itulah adanya kamu. Sekali lagi, introvert sama sekali bukan sifat yang buruk, sama sekali bukan. Kamu yang introvert bukan berarti kamu orang yang jahat atau bukan orang yang seru atau asik. Kamu tetap bisa punya teman banyak walaupun kamu introvert, apalagi kamu adalah orang yang baik banget. Orang-orang pasti akan suka bergaul dengan kamu, apalagi kalau mereka ada masalah. Dengan semua kekhasan introvert itu, sebenarnya akan banyak orang datang ke kamu untuk menceritakan masalah mereka, karena introvert itu seorang pendengar yang baik. Orang-orang yang menceritakan tentang masalah mereka itu sering kali bukan butuh saran, tapi butuh didengarkan. Dan introvert-lah yang biasanya menjadi seorang pendengar yang sangat baik. Introvert itu nggak buruk, kan? Pasti juga, orang yang bercerita ke kamu itu menganggap kamu teman yang berkualitas karena kamu mau mendengarkannya. Tidak semua orang bisa dan mau mendengarkan, loh!

Kamu menjadi introvert itu bukan berarti kamu harus terpaku selamanya jadi introvert. Kamu bisa mengembangkan diri juga kalau memang kamu ingin lebih terbuka. Tapi, yang penting adalah kamu harus bisa dan mau menerima jati diri kamu sebagai introvert. Sebelum itu, kamu mungkin akan mengalami hambatan untuk berubah karena kamu menolak dirimu sendiri. Ingat, introvert itu sama sekali tidak buruk. Introvert juga punya segudang kelebihan. Kamu dan dirimu juga tidak hanya punya kelebihan umum orang-orang introvert, tapi kamu juga pasti punya kelebihan unik dalam dirimu sendiri. Itulah yang harus kamu terima. Saat kamu senang dan nyaman dengan dirimu sendiri, kamu akan lebih bisa berkembang.






(Di post selanjutnya, gue bakalan ceritain kemungkinan kenapa gue bisa menjadi seorang introvert.)

Best of the year

Experience: Sedikit Pengalaman dengan Bulimia

Berkaitan dengan post saya kemarin, maka saya berpikir untuk berbagi pengalaman tentang bulimia nervosa yang saya derita. Berat badan saya pernah mencapai angka 56 kg, dengan tinggi badan <155 cm. Tentu saja bukan berat badan yang ideal, karena idealnya adalah 45 kg menurut saya. Di bulan Desember 2013, saya menghadapi suatu masalah yang membuat saya stres dan tidak nafsu makan. Di tambah lagi, saya sempat sakit selama beberapa hari sehingga sama sekali tidak bernafsu makan, sekali pun di hadapan saya sudah tersedia makanan kesukaan sepanjang masa, yaitu nasi goreng. Dari masalah itu, saya berniat untuk membuat orang itu menyesal. Ibarat kata, saya ingin balas dendam padanya dengan menunjukkan bahwa saya bisa kurus dan menjadi cantik, sehingga ia saya boleh merasa bangga pada diri sendiri sekaligus 'membalas dendam'. Di mulailah diet saya. Tekad saya ketika itu sudah bulat dari dalam hati, tidak diumbar ke mana-mana. Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa saya se

Lessons Learned from the Movie "Suddenly Seventeen"

Hi! My mid-term test has finished yesterday (yaaayy!!) and yesterday, I had a time to spend with my girls and had a time to spend with myself. What I did was giving myself a good movie to learn from. I know that movie accidentally while browsing through youtube several weeks ago but had just had a time yesterday. And that movie was VERY GOOD oh my God. This post ain't gonna be a movie review. I wanna share the lessons I learned from this movie. The movie is called "Suddenly Seventeen". It is a remake from a western movie titled "17 again." 1/3: Never lose yourself for a man. Yes, yes! This is the first lesson I learned from this movie ever since the beginning. The main female character, Liang, has been in a relationship with his boyfriend, Mao, for 10 years. She's currently 28 and Mao hasn't proposed to her yet. She was desperate. Then a magic chocolate turns her mind to her 17 self. She was very different back then in her 17. She was so lively, so

KENALI PIKUN, BUKAN MEWAJARI

Budi (nama samaran), 38 tahun "Ayah saya saat ini telah berusia 60 tahun. Dulu ayah merupakan sosok yang ceria dan juga sangat gigih dalam pekerjaannya. Akan tetapi, semuanya berubah semenjak 3 tahun terakhir ini. Tiga tahun yang lalu, ayah saya pensiun. Sejak saat itu, ayah lebih banyak diam di rumah dan semakin lama, kemampuan mengingat ayah juga semakin berkurang. Suatu saat ayah bertanya, “Kamu ingin pergi ke mana?”, meskipun saya telah menjawab pertanyaan tersebut, ayah kembali mengulang pertanyaan yang sama berkali-kali. Ketika saya menceritakan hal ini kepada orang-orang, mereka umumnya menjawab..  'Biasa.. udah tua gitu, jadi lupa terus.' 'Makin tua wajar sih makin pikun.' 'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.' Ayah juga mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan membuat kopi kesukaannya pun tidak dapat dilakukannya. Kepribadian ayah juga mulai berubah, sekarang ayah lebih sering marah-marah tanpa sebab

Belajar dari Pengalaman Orang Lain (part 1)

Halo! Hari ini, aku menemukan dua hal yang mengubah padanganku terhadap bagaimana aku 'merasa' dan bersikap karenanya. Pengalaman ini mungkin sederhana, tapi aku entah kenapa bisa juga memaknainya dengan cukup serius dan menjadi sebuah filosofi tersendiri (Hahaha!).  1. Seorang youtubers membagikan ceritanya mengenai hamil di luar nikah saat usianya 17 tahun. Aku sebenarnya iseng saja waktu menonton video ini di sela-sela mengerjakan tugas. Aku tertarik dengan judulnya: "17 and Pregnant". Aku sudah pernah menonton video-video lain tentang ini sebenarnya, tapi entah kenapa, video ini yang berhasil membuatku tersentuh. Aku terinspirasi sekali olehnya, bagaimana dia akhirnya bisa  survive  dengan hidupnya yang seperti itu. Menurutku, kisahnya ini sangat realistis dan nyata dalam kehidupan jaman sekarang ini. Banyak pelajaran yang dapat kuambil dari satu video berdurasi 15 menit 21 detik ini. Namanya Nami Cho. Cho ini hamil di usia 17 tahun. Cho ini meras

Studi

Pernah ngerasain capek belajar sampai-sampai lihat buku aja bikin kamu muak? Semua pelajar mungkin pernah mengalaminya ya, nggak terkecuali mahasiswa tingkat pertama sepertiku ini. Sudah seminggu ini, aku tidak bisa belajar. Ini sungguhan. Aku nggak berlebihan. Kenapa aku bilang aku susah belajar? Niatku padahal selalu menggebu-gebu untuk belajar, loh. Begini ceritanya: sejak hari Senin malam yang lalu (13 Februari), aku belajar, membaca materi untuk perkuliahan besok harinya. Lalu, Selasa, aku kuliah seperti biasa, dan pulang dengan biasa-biasa saja, makan-makan dengan papa dan mamaku untuk merayakan hari Valentine. Pulangnya, aku mengeluh aku tidak bisa belajar pada orangtuaku. Rasanya sulit sekali untuk berkonsentrasi. Hari Rabu, setelah pilkada, aku dan keluargaku pergi ke Lippo Mall Puri, untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Jadilah aku belajar psikologi sosial (menghabiskan 1 bab dalam waktu 1 hari! Kira-kira ada sekitar 30+ halaman dan semua dalam bahasa Inggr

Rant: Penderita Gangguan Mental BUKAN untuk Ditakuti

Post ini ditulis karena saya teringat seorang teman pernah mengatakan kepada saya bahwa dia takut dengan orang yang mengalami gangguan mental. Remaja memang labil dan emosinya berubah dengan cepat. Hal itu wajar karena perkembangan otak remaja belum sempurna, sehingga otak belum dapat memerintahkan organ untuk memproduksi hormon-hormon tertentu secara seimbang. Dari kasus tersebut tentu saja pasti ada salah satu hormon yang dominan. Fungsi hormon tersebut juga akan lebih domian pada remaja, namun jenis dan kadarnya akan berbeda pada setiap remaja.  Di usia remaja, manusia sangat rentan menderita gangguan mental. Gangguan mental masa kini memiliki beragam jenis. Beberapa yang paling sering disorot dan penderitanya sebagian besar adalah remaja yaitu eating disorder (anorexia dan bullimia), Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD) dan bipolar disorder. Saya sendiri adalah mantan bulimia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan tersebut muncul. Menurut saya, faktor

Me Talking about My ((Current)) Condition

Lately I'm not sure what I'm feeling. It feels like riding a roller-coaster everyday. I don't know what should I feel, I don't know how I should react. I just... don't know. I feel like I'm losing track of my life. I'm getting out of track. Well, let's see through my past then. I was an introverted girl and so am I now. I've never been comfortable with myself enough to depend on myself rather than depending on somebody who has a close relationship with me like my best friend. That sucks, I know, not being able to depend on yourself and to you just depend on others for your moral support. I should have been the best friend I need myself. It feels like time has passed so much since I wrote my last reflection. I had been doing great actually, but not for this past 2-3 weeks. I can't recall exactly what makes me being like this. The thoughts just coming so sudden and filling my head, even they sometimes make me grasping for air so much that

Curhat: Aku

Sebenarnya, aku hari ini pengen nulis tentang beberapa hal. Tetap curhatan, seperti biasa. Dan kupikir, aku akan memaksimalkan fungsi blog ini sebagai tempat curhatku, tempat untukku menuangkan semua pikiran-pikiranku, terutama yang negatif. Toh nanti, aku sendiri ini yang akan membaca tulisanku. Topik yang ingin kubahas hari ini mengenai seseorang yang belakangan ini sedang dekat denganku, aku yang semakin terlihat ke-introvert-annya, aku yang butuh muse untuk kembali menulis, dan aku yang sedang galau karena ke-introvert-anku itu. Mari kita bahas satu per satu. Ini sebagai salah satu cara untuk keluar dari pikiran negatif yang sering menghantuiku.  Aku saat ini sedang suntuk di rumah, ingin istirahat, dan memaksakan diri untuk refreshing. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang bisa membuatku segar kembali, yang membuatku lebih bahagia lagi, dan membuatku merasa keluar sejenak dari penat yang sempat menggangguku beberapa minggu ini. Aku tidak tahu. Hobi? Hobiku (dulu) menulis

Curhat: Running Thoughts

Aku baru pulang dari liburan keluarga bersama ke Jogjakarta selama beberapa hari. Aku dan keluarga besarku touring ke Jogja. Well, aku nggak akan ceritain gimana perjalananku selama di sana karena di post ini, aku benar-benar mau mengeluarkan semua yang membuat liburanku kemarin nggak bisa kuberi nilai 10/10. Kembali lagi pada masalah dari dalam diriku sendiri.  Supaya nggak bingung, sejak kecil, aku dan keluarga besarku dari pihak Papa sering touring ke kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Kami bahkan sudah sampai ke Bali dengan jalan darat. Convoy sekitar 6 mobil. Sudah beberapa tahun terakhir kami jarang pergi lagi, dan baru tahun ini lagi, kami berkesempatan untuk refreshing bersama-sama.  Tidak perlu ahli untuk tahu kalau aku sebenarnya senang sekali pergi touring bersama keluarga besarku meskipun aku pernah bermasalah dengan beberapa anggota keluarga itu pada masa labilku (masa SMP yang kelam). Usiaku waktu pertama kali touring itu adalah 7 tahun, jadi aku memang su