Skip to main content

KENALI PIKUN, BUKAN MEWAJARI

Budi (nama samaran), 38 tahun
"Ayah saya saat ini telah berusia 60 tahun. Dulu ayah merupakan sosok yang ceria dan juga sangat gigih dalam pekerjaannya. Akan tetapi, semuanya berubah semenjak 3 tahun terakhir ini. Tiga tahun yang lalu, ayah saya pensiun. Sejak saat itu, ayah lebih banyak diam di rumah dan semakin lama, kemampuan mengingat ayah juga semakin berkurang. Suatu saat ayah bertanya, “Kamu ingin pergi ke mana?”, meskipun saya telah menjawab pertanyaan tersebut, ayah kembali mengulang pertanyaan yang sama berkali-kali. Ketika saya menceritakan hal ini kepada orang-orang, mereka umumnya menjawab.. 
'Biasa.. udah tua gitu, jadi lupa terus.'
'Makin tua wajar sih makin pikun.'
'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.'
Ayah juga mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan membuat kopi kesukaannya pun tidak dapat dilakukannya. Kepribadian ayah juga mulai berubah, sekarang ayah lebih sering marah-marah tanpa sebab yang pasti. Hal ini membuat keluarga saya mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan ayah."

***


Demensia adalah gangguan yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif otak pada individu (World Health Organisation, 2012). Seseorang yang mengalami demensia dapat mengalami penurunan atensi, pembelajaran, memori, kemampuan bersosialisasi, kemampuan motorik, dan fungsi kognitif lainnya. Perkembangan demensia bersifat progresif, sehingga kondisi individu dengan demensia akan semakin menurun seiring berjalannya waktu. Demensia umumnya dialami oleh lansia (lanjut usia), tetapi demensia sebenarnya dapat dialami oleh siapa saja tanpa dibatasi kelompok usia tertentu. 

Sering didengar istilah "alzheimer" yang juga dikaitkan dengan masa lansia. Apa yang membedakan alzheimer dengan demensia? Alzheimer merupakan salah satu bentuk dari demensia. Semua gejala yang ada dalam alzheimer merupakan gejala pada demensia juga. Kasus alzheimer memiliki persentase sebesar 80% dari seluruh kasus demensia.

Banyak orang yang beranggapan bahwa demensia merupakan suatu hal yang normal dalam siklus perkembangan lansia. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak menganggap demensia sebagai hal yang lumrah terjadi. Sampai saat ini, belum ada terapi ataupun pengobatan medis yang dapat menyembuhkan demensia secara total. Penanganan untuk demensia hanya dapat mempertahankan kondisi dan memperlambat terjadinya kerusakan fungsi otak yang lebih parah. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui gejala-gejala demensia dan melakukan tindakan pencegahan sehingga kita dapat terhindar dari demensia. 


KENALI GEJALA DEMENSIA
Pada umumnya, individu dengan demensia menunjukkan beberapa gejala yang khas. Kendati demikian, gejala-gejala berikut hanya dijadikan sebagai sarana deteksi dini, sedangkan diagnosis demensia hanya dapat diberikan oleh dokter ataupun psikiater setelah melihat kondisi fungsi kognitif individu yang bersangkutan melalui metode wawancara dan scanning otak, seperti MRI. 

Berikut merupakan gejala-gejala tersebut: 
1. Mengalami permasalahan pada memori, terutama untuk mengingat kejadian-kejadian yang baru saja terjadi. 
Misalnya, mengulang pertanyaan yang sama dalam sebuah percakapan tanpa sadar bahwa pertanyaan tersebut sudah pernah ditanyakan.
2. Mengalami permasalahan atensi, seperti kesulitan menjaga fokus dan perhatian. 
3. Memiliki penurunan kesadaran tentang orientasi waktu dan tempat. 
Individu dengan demensia terkadang mengalami kebingungan mengenai tempat dia berada, meskipun sebenarnya tempat tersebut adalah tempat yang familiar, seperti rumahnya.
4. Mengalami penurunan pada fungsi eksekutif, seperti membuat perencanaan, keputusan, dan penilaian.
Hal ini membuat individu mengalami kesulitan untuk mengerjakan suatu tugas yang rumit dan membutuhkan pertolongan orang lain untuk membuat keputusan.
5. Dalam sebuah percakapan, individu dengan demensia terkadang mengalami kesulitan untuk menemukan kata yang dimaksudkan (Contoh: nama, benda, tempat). 
Pada umumnya, individu dengan demensia sering menggunakan kata “itu” untuk menyebutkan benda atau hal yang ingin disampaikan. 
6. Mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang bukan disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh. 
Misalnya, kesulitan untuk memasak meskipun individu yang bersangkutan masih memiliki fisik yang sehat.
7. Mengalami perubahan mood yang drastis tanpa penyebab yang pasti. 
Pada umumnya, individu menjadi mudah curiga dan menghindari relasi sosial dengan orang lain. 



MENCEGAH DEMENSIA 
Selain faktor usia, terdapat faktor-faktor lainnya yang berperan dalam munculnya demensia. Beberapa di antaranya adalah tingkat aktivitas fisik, kebugaran tubuh, dan kualitas hidup individu yang bersangkutan, seperti perasaan bahagia dan kepuasan hidup. 
Setelah mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada demensia, kita dapat berusaha untuk mencegah demensia dengan melakukan hal-hal berikut: 

1. Melakukan aktivitas untuk mengasah kognitif 
Mengisi teka teki silang terbukti meningkatkan aktivitas otak, sehingga membantu mengurangi risiko terjadinya demensia saat menginjak usia lanjut (Pillai, Hall, Dickson, Buschke, Lipton, Verghese, 2011). Selain itu, aktivitas lain seperti membaca dan mempelajari hal baru juga membantu menurunkan risiko demensia.
2. Berolahraga secara rutin 
3. Menjaga kesehatan tubuh melalui pola makan yang sehat
Menjaga kebugaran tubuh akan mengurangi risiko terjadinya penyumbatan darah di otak yang disebabkan oleh darah tinggi dan kolestrol yang berlebihan.
4. Melakukan percakapan atau bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar 
5. Melakukan hal yang dapat meningkatkan mood dan menyenangkan, seperti hobi
Melakukan kegiatan menyenangkan membuat individu merasa lebih santai, sehingga perasaan ini akan meningkatkan perasaan bahagia, serta kesejahteraan psikologis.

Lalu, bagaimana bila anggota keluarga kita ada yang terkena demensia?

MERAWAT KELUARGA DENGAN DEMENSIA 
Merawat anggota keluarga dengan demensia merupakan sebuah tantangan tersendiri. Pihak keluarga harus siap secara mental untuk menghadapi kondisi anggota keluarganya yang akan terus menurun seiring berjalannya waktu. Karena demensia merupakan sebuah kondisi yang progresif, tidak menutup kemungkinan pada suatu saat, individu dengan demensia tidak dapat mengingat satupun anggota keluarganya atau bahkan dirinya sendiri. 

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh keluarga:

1. Bersabar dan berlapang dada dalam menghadapi penderita demensia.
Penderita demensia yang akan semakin dependen dalam aktivitasnya sehari-hari, termasuk untuk urusan kebersihan diri. 
2. Saling mendukung antar anggota keluarga
Menyadari beratnya beban mental, emosional, dan fisik yang mungkin timbul, sebaiknya anggota keluarga saling mendukung satu sama lain dan meluangkan waktu untuk beristirahat, sehingga meminimalisir kemungkinan burnout atau kelelahan secara mental dan emosional.
3. Mencari dukungan sosial dari kelompok penggiat
Selain itu, saat ini terdapat organisasi-organisasi yang berfokus pada penanganan individu dengan demensia, seperti ALZI, yaitu Alzheimer Indonesia yang dapat dijadikan sumber belajar untuk lebih memahami cara berinteraksi dengan individu yang mengalami demensia. 
4. Meminta bantuan dari pekerja sosial
Jika keluarga merasa tidak memungkinkan untuk merawat anggota keluarga dengan demensia secara penuh karena berbagai alasan, terdapat pilihan alternatif untuk memperkejakan pekerja sosial untuk membantu merawat anggota keluarga dengan demensia. Hal yang penting adalah untuk tidak membiarkan individu dengan demensia tanpa pengawasan. Individu dengan demensia mengalami kesulitan untuk mengingat dan beraktivitas sehari-hari sehingga terkadang mereka dapat melakukan aktivitas yang membahayakan keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain, seperti mencoba untuk memasak dan lupa untuk mematikan kompor yang dapat berakibat kebakaran ataupun keracunan gas. 

***
Demensia bukanlah penyakit wajar, tetapi bukan berarti tidak bisa dipahami. Penderita demensia yang sebagian besar lansia tetap memerlukan dukungan dan kasih sayang dari orang sekitarnya, terutama keluarga. Oleh karena itu, dukungan dari kita akan sangat berarti bagi mereka.

Untuk kita yang masih muda, demensia masih bisa dicegah. Kita juga bisa membantu menghimbau keluarga kita tentang demensia, sehingga banyak orang lebih paham dan bisa menghindarinya.

Meskipun bersifat progresif, deteksi dini demensia dapat membantu mempertahankan kondisi sehingga tidak semakin memburuk.

"Those with dementia are still people and they still have stories and they still have character and they're all individuals and they're all unique. And they just need to be interacted with on a human level." - Carey Mulligan.

Referensi
Pillai, J. A., Hall, C. B., Dickson, D. W., Buschke, H., Lipton, R. B., dan Verghese, J. (2014). Association of crossword puzzle participation with memory decline in persons who develop dementia. Journal of International Neuropsychology, 17(6), doi: 10.1017/S1355617711001111.
World Health Organisation (2012). Dementia: A public health priority. United Kingdom: WHO Publisher.

Best of the year

Experience: Sedikit Pengalaman dengan Bulimia

Berkaitan dengan post saya kemarin, maka saya berpikir untuk berbagi pengalaman tentang bulimia nervosa yang saya derita. Berat badan saya pernah mencapai angka 56 kg, dengan tinggi badan <155 cm. Tentu saja bukan berat badan yang ideal, karena idealnya adalah 45 kg menurut saya. Di bulan Desember 2013, saya menghadapi suatu masalah yang membuat saya stres dan tidak nafsu makan. Di tambah lagi, saya sempat sakit selama beberapa hari sehingga sama sekali tidak bernafsu makan, sekali pun di hadapan saya sudah tersedia makanan kesukaan sepanjang masa, yaitu nasi goreng. Dari masalah itu, saya berniat untuk membuat orang itu menyesal. Ibarat kata, saya ingin balas dendam padanya dengan menunjukkan bahwa saya bisa kurus dan menjadi cantik, sehingga ia saya boleh merasa bangga pada diri sendiri sekaligus 'membalas dendam'. Di mulailah diet saya. Tekad saya ketika itu sudah bulat dari dalam hati, tidak diumbar ke mana-mana. Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa saya se

Lessons Learned from the Movie "Suddenly Seventeen"

Hi! My mid-term test has finished yesterday (yaaayy!!) and yesterday, I had a time to spend with my girls and had a time to spend with myself. What I did was giving myself a good movie to learn from. I know that movie accidentally while browsing through youtube several weeks ago but had just had a time yesterday. And that movie was VERY GOOD oh my God. This post ain't gonna be a movie review. I wanna share the lessons I learned from this movie. The movie is called "Suddenly Seventeen". It is a remake from a western movie titled "17 again." 1/3: Never lose yourself for a man. Yes, yes! This is the first lesson I learned from this movie ever since the beginning. The main female character, Liang, has been in a relationship with his boyfriend, Mao, for 10 years. She's currently 28 and Mao hasn't proposed to her yet. She was desperate. Then a magic chocolate turns her mind to her 17 self. She was very different back then in her 17. She was so lively, so

Self: Introversion in Me

Kalau ditanya, sebenarnya kamu itu orang yang kayak gimana, kamu bakal jawab apa? Well, gue jujur nggak pernah ditanya, sih, tapi sedikit banyak gue tahu gue itu orang yang kayak apa. Gue sudah pernah tes minat-bakat sekaligus tes kepribadian, online, offline, free maupun berbayar. Semua hasilnya menunjukkan kalau gue memang seorang introvert. Tipe kepribadian gue menurut Myers-Birggs Type Indicator (MBTI) adalah INFP/INFJ yang artinya Introvert, iNtuituve, Feeling dan Perceiving/Judging. Kenapa gue tulis dengan garis miring di situ? Karena hasil tes gue menunjukkan kecenderungan gue sebagai INFP dan INFJ. Hasilnya hampir seimbang. Hasil tes gue menunjukkan kalau gue adalah INFJ, tapi menurut semua ciri-ciri INFP dan INFJ yang sudah gue bandingkan dengan diri sendiri, gue lebih ke INFP daripada INFJ.  Introvert. Buat kalian yang belum tahu, introvert itu adalah orang yang lebih menyukai berada dalam pikiran atau dunianya sendiri. Introvert ini memiliki pikiran dan dunia ya

Studi

Pernah ngerasain capek belajar sampai-sampai lihat buku aja bikin kamu muak? Semua pelajar mungkin pernah mengalaminya ya, nggak terkecuali mahasiswa tingkat pertama sepertiku ini. Sudah seminggu ini, aku tidak bisa belajar. Ini sungguhan. Aku nggak berlebihan. Kenapa aku bilang aku susah belajar? Niatku padahal selalu menggebu-gebu untuk belajar, loh. Begini ceritanya: sejak hari Senin malam yang lalu (13 Februari), aku belajar, membaca materi untuk perkuliahan besok harinya. Lalu, Selasa, aku kuliah seperti biasa, dan pulang dengan biasa-biasa saja, makan-makan dengan papa dan mamaku untuk merayakan hari Valentine. Pulangnya, aku mengeluh aku tidak bisa belajar pada orangtuaku. Rasanya sulit sekali untuk berkonsentrasi. Hari Rabu, setelah pilkada, aku dan keluargaku pergi ke Lippo Mall Puri, untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Jadilah aku belajar psikologi sosial (menghabiskan 1 bab dalam waktu 1 hari! Kira-kira ada sekitar 30+ halaman dan semua dalam bahasa Inggr

Belajar dari Pengalaman Orang Lain (part 1)

Halo! Hari ini, aku menemukan dua hal yang mengubah padanganku terhadap bagaimana aku 'merasa' dan bersikap karenanya. Pengalaman ini mungkin sederhana, tapi aku entah kenapa bisa juga memaknainya dengan cukup serius dan menjadi sebuah filosofi tersendiri (Hahaha!).  1. Seorang youtubers membagikan ceritanya mengenai hamil di luar nikah saat usianya 17 tahun. Aku sebenarnya iseng saja waktu menonton video ini di sela-sela mengerjakan tugas. Aku tertarik dengan judulnya: "17 and Pregnant". Aku sudah pernah menonton video-video lain tentang ini sebenarnya, tapi entah kenapa, video ini yang berhasil membuatku tersentuh. Aku terinspirasi sekali olehnya, bagaimana dia akhirnya bisa  survive  dengan hidupnya yang seperti itu. Menurutku, kisahnya ini sangat realistis dan nyata dalam kehidupan jaman sekarang ini. Banyak pelajaran yang dapat kuambil dari satu video berdurasi 15 menit 21 detik ini. Namanya Nami Cho. Cho ini hamil di usia 17 tahun. Cho ini meras

Rant: Penderita Gangguan Mental BUKAN untuk Ditakuti

Post ini ditulis karena saya teringat seorang teman pernah mengatakan kepada saya bahwa dia takut dengan orang yang mengalami gangguan mental. Remaja memang labil dan emosinya berubah dengan cepat. Hal itu wajar karena perkembangan otak remaja belum sempurna, sehingga otak belum dapat memerintahkan organ untuk memproduksi hormon-hormon tertentu secara seimbang. Dari kasus tersebut tentu saja pasti ada salah satu hormon yang dominan. Fungsi hormon tersebut juga akan lebih domian pada remaja, namun jenis dan kadarnya akan berbeda pada setiap remaja.  Di usia remaja, manusia sangat rentan menderita gangguan mental. Gangguan mental masa kini memiliki beragam jenis. Beberapa yang paling sering disorot dan penderitanya sebagian besar adalah remaja yaitu eating disorder (anorexia dan bullimia), Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD) dan bipolar disorder. Saya sendiri adalah mantan bulimia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan tersebut muncul. Menurut saya, faktor

Me Talking about My ((Current)) Condition

Lately I'm not sure what I'm feeling. It feels like riding a roller-coaster everyday. I don't know what should I feel, I don't know how I should react. I just... don't know. I feel like I'm losing track of my life. I'm getting out of track. Well, let's see through my past then. I was an introverted girl and so am I now. I've never been comfortable with myself enough to depend on myself rather than depending on somebody who has a close relationship with me like my best friend. That sucks, I know, not being able to depend on yourself and to you just depend on others for your moral support. I should have been the best friend I need myself. It feels like time has passed so much since I wrote my last reflection. I had been doing great actually, but not for this past 2-3 weeks. I can't recall exactly what makes me being like this. The thoughts just coming so sudden and filling my head, even they sometimes make me grasping for air so much that

Curhat: Aku

Sebenarnya, aku hari ini pengen nulis tentang beberapa hal. Tetap curhatan, seperti biasa. Dan kupikir, aku akan memaksimalkan fungsi blog ini sebagai tempat curhatku, tempat untukku menuangkan semua pikiran-pikiranku, terutama yang negatif. Toh nanti, aku sendiri ini yang akan membaca tulisanku. Topik yang ingin kubahas hari ini mengenai seseorang yang belakangan ini sedang dekat denganku, aku yang semakin terlihat ke-introvert-annya, aku yang butuh muse untuk kembali menulis, dan aku yang sedang galau karena ke-introvert-anku itu. Mari kita bahas satu per satu. Ini sebagai salah satu cara untuk keluar dari pikiran negatif yang sering menghantuiku.  Aku saat ini sedang suntuk di rumah, ingin istirahat, dan memaksakan diri untuk refreshing. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang bisa membuatku segar kembali, yang membuatku lebih bahagia lagi, dan membuatku merasa keluar sejenak dari penat yang sempat menggangguku beberapa minggu ini. Aku tidak tahu. Hobi? Hobiku (dulu) menulis

Curhat: Running Thoughts

Aku baru pulang dari liburan keluarga bersama ke Jogjakarta selama beberapa hari. Aku dan keluarga besarku touring ke Jogja. Well, aku nggak akan ceritain gimana perjalananku selama di sana karena di post ini, aku benar-benar mau mengeluarkan semua yang membuat liburanku kemarin nggak bisa kuberi nilai 10/10. Kembali lagi pada masalah dari dalam diriku sendiri.  Supaya nggak bingung, sejak kecil, aku dan keluarga besarku dari pihak Papa sering touring ke kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Kami bahkan sudah sampai ke Bali dengan jalan darat. Convoy sekitar 6 mobil. Sudah beberapa tahun terakhir kami jarang pergi lagi, dan baru tahun ini lagi, kami berkesempatan untuk refreshing bersama-sama.  Tidak perlu ahli untuk tahu kalau aku sebenarnya senang sekali pergi touring bersama keluarga besarku meskipun aku pernah bermasalah dengan beberapa anggota keluarga itu pada masa labilku (masa SMP yang kelam). Usiaku waktu pertama kali touring itu adalah 7 tahun, jadi aku memang su