Budi (nama samaran), 38 tahun
"Ayah saya saat ini telah berusia 60 tahun. Dulu ayah merupakan sosok yang ceria dan juga sangat gigih dalam pekerjaannya. Akan tetapi, semuanya berubah semenjak 3 tahun terakhir ini. Tiga tahun yang lalu, ayah saya pensiun. Sejak saat itu, ayah lebih banyak diam di rumah dan semakin lama, kemampuan mengingat ayah juga semakin berkurang. Suatu saat ayah bertanya, “Kamu ingin pergi ke mana?”, meskipun saya telah menjawab pertanyaan tersebut, ayah kembali mengulang pertanyaan yang sama berkali-kali. Ketika saya menceritakan hal ini kepada orang-orang, mereka umumnya menjawab..
'Biasa.. udah tua gitu, jadi lupa terus.'
'Makin tua wajar sih makin pikun.'
'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.'
'Makin tua wajar sih makin pikun.'
'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.'
Ayah juga mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan membuat kopi kesukaannya pun tidak dapat dilakukannya. Kepribadian ayah juga mulai berubah, sekarang ayah lebih sering marah-marah tanpa sebab yang pasti. Hal ini membuat keluarga saya mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan ayah."
***

Sering didengar istilah "alzheimer" yang juga dikaitkan dengan masa lansia. Apa yang membedakan alzheimer dengan demensia? Alzheimer merupakan salah satu bentuk dari demensia. Semua gejala yang ada dalam alzheimer merupakan gejala pada demensia juga. Kasus alzheimer memiliki persentase sebesar 80% dari seluruh kasus demensia.
Banyak orang yang beranggapan bahwa demensia merupakan suatu hal yang normal dalam siklus perkembangan lansia. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak menganggap demensia sebagai hal yang lumrah terjadi. Sampai saat ini, belum ada terapi ataupun pengobatan medis yang dapat menyembuhkan demensia secara total. Penanganan untuk demensia hanya dapat mempertahankan kondisi dan memperlambat terjadinya kerusakan fungsi otak yang lebih parah. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui gejala-gejala demensia dan melakukan tindakan pencegahan sehingga kita dapat terhindar dari demensia.
KENALI GEJALA DEMENSIA
Pada umumnya, individu dengan demensia menunjukkan beberapa gejala yang khas. Kendati demikian, gejala-gejala berikut hanya dijadikan sebagai sarana deteksi dini, sedangkan diagnosis demensia hanya dapat diberikan oleh dokter ataupun psikiater setelah melihat kondisi fungsi kognitif individu yang bersangkutan melalui metode wawancara dan scanning otak, seperti MRI.
Berikut merupakan gejala-gejala tersebut:
1. Mengalami permasalahan pada memori, terutama untuk mengingat kejadian-kejadian yang baru saja terjadi.
Misalnya, mengulang pertanyaan yang sama dalam sebuah percakapan tanpa sadar bahwa pertanyaan tersebut sudah pernah ditanyakan.
Misalnya, mengulang pertanyaan yang sama dalam sebuah percakapan tanpa sadar bahwa pertanyaan tersebut sudah pernah ditanyakan.
2. Mengalami permasalahan atensi, seperti kesulitan menjaga fokus dan perhatian.
3. Memiliki penurunan kesadaran tentang orientasi waktu dan tempat.
Individu dengan demensia terkadang mengalami kebingungan mengenai tempat dia berada, meskipun sebenarnya tempat tersebut adalah tempat yang familiar, seperti rumahnya.
Individu dengan demensia terkadang mengalami kebingungan mengenai tempat dia berada, meskipun sebenarnya tempat tersebut adalah tempat yang familiar, seperti rumahnya.
4. Mengalami penurunan pada fungsi eksekutif, seperti membuat perencanaan, keputusan, dan penilaian.
Hal ini membuat individu mengalami kesulitan untuk mengerjakan suatu tugas yang rumit dan membutuhkan pertolongan orang lain untuk membuat keputusan.
Hal ini membuat individu mengalami kesulitan untuk mengerjakan suatu tugas yang rumit dan membutuhkan pertolongan orang lain untuk membuat keputusan.
5. Dalam sebuah percakapan, individu dengan demensia terkadang mengalami kesulitan untuk menemukan kata yang dimaksudkan (Contoh: nama, benda, tempat).
Pada umumnya, individu dengan demensia sering menggunakan kata “itu” untuk menyebutkan benda atau hal yang ingin disampaikan.
Pada umumnya, individu dengan demensia sering menggunakan kata “itu” untuk menyebutkan benda atau hal yang ingin disampaikan.
6. Mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang bukan disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh.
Misalnya, kesulitan untuk memasak meskipun individu yang bersangkutan masih memiliki fisik yang sehat.
Misalnya, kesulitan untuk memasak meskipun individu yang bersangkutan masih memiliki fisik yang sehat.
7. Mengalami perubahan mood yang drastis tanpa penyebab yang pasti.
Pada umumnya, individu menjadi mudah curiga dan menghindari relasi sosial dengan orang lain.
Pada umumnya, individu menjadi mudah curiga dan menghindari relasi sosial dengan orang lain.
MENCEGAH DEMENSIA
Selain faktor usia, terdapat faktor-faktor lainnya yang berperan dalam munculnya demensia. Beberapa di antaranya adalah tingkat aktivitas fisik, kebugaran tubuh, dan kualitas hidup individu yang bersangkutan, seperti perasaan bahagia dan kepuasan hidup.
Setelah mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada demensia, kita dapat berusaha untuk mencegah demensia dengan melakukan hal-hal berikut:
1. Melakukan aktivitas untuk mengasah kognitif
Mengisi teka teki silang terbukti meningkatkan aktivitas otak, sehingga membantu mengurangi risiko terjadinya demensia saat menginjak usia lanjut (Pillai, Hall, Dickson, Buschke, Lipton, Verghese, 2011). Selain itu, aktivitas lain seperti membaca dan mempelajari hal baru juga membantu menurunkan risiko demensia.
2. Berolahraga secara rutin
3. Menjaga kesehatan tubuh melalui pola makan yang sehat
Menjaga kebugaran tubuh akan mengurangi risiko terjadinya penyumbatan darah di otak yang disebabkan oleh darah tinggi dan kolestrol yang berlebihan.
4. Melakukan percakapan atau bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar
5. Melakukan hal yang dapat meningkatkan mood dan menyenangkan, seperti hobi
Melakukan kegiatan menyenangkan membuat individu merasa lebih santai, sehingga perasaan ini akan meningkatkan perasaan bahagia, serta kesejahteraan psikologis.
Mengisi teka teki silang terbukti meningkatkan aktivitas otak, sehingga membantu mengurangi risiko terjadinya demensia saat menginjak usia lanjut (Pillai, Hall, Dickson, Buschke, Lipton, Verghese, 2011). Selain itu, aktivitas lain seperti membaca dan mempelajari hal baru juga membantu menurunkan risiko demensia.
2. Berolahraga secara rutin
3. Menjaga kesehatan tubuh melalui pola makan yang sehat
Menjaga kebugaran tubuh akan mengurangi risiko terjadinya penyumbatan darah di otak yang disebabkan oleh darah tinggi dan kolestrol yang berlebihan.
4. Melakukan percakapan atau bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar
5. Melakukan hal yang dapat meningkatkan mood dan menyenangkan, seperti hobi
Melakukan kegiatan menyenangkan membuat individu merasa lebih santai, sehingga perasaan ini akan meningkatkan perasaan bahagia, serta kesejahteraan psikologis.
Lalu, bagaimana bila anggota keluarga kita ada yang terkena demensia?
MERAWAT KELUARGA DENGAN DEMENSIA
Merawat anggota keluarga dengan demensia merupakan sebuah tantangan tersendiri. Pihak keluarga harus siap secara mental untuk menghadapi kondisi anggota keluarganya yang akan terus menurun seiring berjalannya waktu. Karena demensia merupakan sebuah kondisi yang progresif, tidak menutup kemungkinan pada suatu saat, individu dengan demensia tidak dapat mengingat satupun anggota keluarganya atau bahkan dirinya sendiri.
Merawat anggota keluarga dengan demensia merupakan sebuah tantangan tersendiri. Pihak keluarga harus siap secara mental untuk menghadapi kondisi anggota keluarganya yang akan terus menurun seiring berjalannya waktu. Karena demensia merupakan sebuah kondisi yang progresif, tidak menutup kemungkinan pada suatu saat, individu dengan demensia tidak dapat mengingat satupun anggota keluarganya atau bahkan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh keluarga:
1. Bersabar dan berlapang dada dalam menghadapi penderita demensia.
Penderita demensia yang akan semakin dependen dalam aktivitasnya sehari-hari, termasuk untuk urusan kebersihan diri.
2. Saling mendukung antar anggota keluarga
Menyadari beratnya beban mental, emosional, dan fisik yang mungkin timbul, sebaiknya anggota keluarga saling mendukung satu sama lain dan meluangkan waktu untuk beristirahat, sehingga meminimalisir kemungkinan burnout atau kelelahan secara mental dan emosional.
Menyadari beratnya beban mental, emosional, dan fisik yang mungkin timbul, sebaiknya anggota keluarga saling mendukung satu sama lain dan meluangkan waktu untuk beristirahat, sehingga meminimalisir kemungkinan burnout atau kelelahan secara mental dan emosional.
3. Mencari dukungan sosial dari kelompok penggiat
Selain itu, saat ini terdapat organisasi-organisasi yang berfokus pada penanganan individu dengan demensia, seperti ALZI, yaitu Alzheimer Indonesia yang dapat dijadikan sumber belajar untuk lebih memahami cara berinteraksi dengan individu yang mengalami demensia.
Selain itu, saat ini terdapat organisasi-organisasi yang berfokus pada penanganan individu dengan demensia, seperti ALZI, yaitu Alzheimer Indonesia yang dapat dijadikan sumber belajar untuk lebih memahami cara berinteraksi dengan individu yang mengalami demensia.
4. Meminta bantuan dari pekerja sosial
Jika keluarga merasa tidak memungkinkan untuk merawat anggota keluarga dengan demensia secara penuh karena berbagai alasan, terdapat pilihan alternatif untuk memperkejakan pekerja sosial untuk membantu merawat anggota keluarga dengan demensia. Hal yang penting adalah untuk tidak membiarkan individu dengan demensia tanpa pengawasan. Individu dengan demensia mengalami kesulitan untuk mengingat dan beraktivitas sehari-hari sehingga terkadang mereka dapat melakukan aktivitas yang membahayakan keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain, seperti mencoba untuk memasak dan lupa untuk mematikan kompor yang dapat berakibat kebakaran ataupun keracunan gas.
Jika keluarga merasa tidak memungkinkan untuk merawat anggota keluarga dengan demensia secara penuh karena berbagai alasan, terdapat pilihan alternatif untuk memperkejakan pekerja sosial untuk membantu merawat anggota keluarga dengan demensia. Hal yang penting adalah untuk tidak membiarkan individu dengan demensia tanpa pengawasan. Individu dengan demensia mengalami kesulitan untuk mengingat dan beraktivitas sehari-hari sehingga terkadang mereka dapat melakukan aktivitas yang membahayakan keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain, seperti mencoba untuk memasak dan lupa untuk mematikan kompor yang dapat berakibat kebakaran ataupun keracunan gas.
***
Demensia bukanlah penyakit wajar, tetapi bukan berarti tidak bisa dipahami. Penderita demensia yang sebagian besar lansia tetap memerlukan dukungan dan kasih sayang dari orang sekitarnya, terutama keluarga. Oleh karena itu, dukungan dari kita akan sangat berarti bagi mereka.
Untuk kita yang masih muda, demensia masih bisa dicegah. Kita juga bisa membantu menghimbau keluarga kita tentang demensia, sehingga banyak orang lebih paham dan bisa menghindarinya.
Meskipun bersifat progresif, deteksi dini demensia dapat membantu mempertahankan kondisi sehingga tidak semakin memburuk.
"Those with dementia are still people and they still have stories and they still have character and they're all individuals and they're all unique. And they just need to be interacted with on a human level." - Carey Mulligan.
Referensi
Pillai, J. A., Hall, C. B., Dickson, D. W., Buschke, H., Lipton, R. B., dan Verghese, J. (2014). Association of crossword puzzle participation with memory decline in persons who develop dementia. Journal of International Neuropsychology, 17(6), doi: 10.1017/S1355617711001111.
World Health Organisation (2012). Dementia: A public health priority. United Kingdom: WHO Publisher.