Pikiran gue, beberapa jam yang lalu, masih sangat rumit dan ruwet.
Ibaratnya, otak gue itu kota Jakarta, semua pikiran-pikiran gue itu adalah mobil dan motor yang berseliweran di mana-mana dengan jumlah dua kali lipat yang biasa melintas di jalanan ibukota, lalu akal sehat gue itu adalah lampu merah yang sedang tidak bekerja. Dan perasaan gue adalah jam macet, yaitu rush hour dan jam pulang kerja. Kebayang kan ribetnya gimana?
A lot has been going inside my head. Tapi sekarang, gue udah sadar. Seakan-akan gue ditampar dan dibangunkan dari mimpi buruk. What a lovely time and life to live. Itu bukan kata-kata sarkastik atau sinisme, tapi itu benar-benar sebuah pujian dan sebuah ungkapan syukur gue.
Gue mau berbagi untuk kalian semua, yang saat ini merasa sendirian, merasa tidak punya gairah hidup, merasa tidak berguna, merasa ingin mati saja, yang berpikiran mati adalah cara terbaik untuk mengakhiri semua masalah kalian. Semoga kalian bisa mengambil sesuatu dari cerita yang gue bagikan hari ini, ya.
Gue punya pacar. Yah, ini bukan dimaksudkan buat insult kalian yang jomblo, gue cuma memaparkan fakta untuk mendukung cerita gue. Dan gue sejak minggu pertama UN (4 April, sekarang 17 April), ada masalah yang 'nggak kelihatan', yang sama-sama kita pendam untuk dikeluarkan setelah UN selesai. Kira-kira 3 hari gue terus-menerus bertengkar dengan dia, gue nggak mau kalah, dia juga begitu. Gue merasa dia salah, dan dia merasa gue salah. Lalu kita berdua sama-sama memberi sinyal untuk 'mengakhiri hubungan'.
Karena gue ini adalah orang yang hipersensitif, gue sangat mudah sakit hati dan marah. Gue sangat sangat marah waktu kita hampir putus itu karena gue sangat sakit hati. Gue marah, gue benci sama dia dan gue bertekad untuk bikin dia putusin gue. Gue nggak tahan nggak cerita ke siapapun, dan akhirnya gue cerita ke seorang sahabat gue yang sangat baik hati dan sabar menghadapi gue.
Di sela-sela cerita gue itu, ada kira-kira ribuan 'mobil baru' melintas di jalanan ibukota. Gue sangat-sangat marah, emosi gue nggak terkontrol lagi, semua kata-kata kasar keluar dari mulut dan tangan gue (dari ketikan chat), gue gelap mata, gue kembali mau merusak diri gue sendiri, merusak separah-parahnya agar gue cepat-cepat mati karena hantaman mobil-mobil itu bertubi-tubi. Gue merasa nggak sanggup dan sendirian. Gue merasa seperti seorang single fighter yang berjuang sendiri tanpa dibekali satupun alat untuk membela diri.
Setelah dua hari, akhirnya gue memutuskan untuk cerita semuanya tentang gue, tentang sisi gelap gue, ke sahabat gue ini. Gue sudah berdoa, mohon kestabilan mental dan emosi, mohon petunjuk dan jalan terbaik dari Tuhan, dan inilah jawaban-Nya.
Gue benar-benar baru bangun dari mimpi buruk. Selama ini yang membuat gue nggak bahagia, yang membuat gue selalu merasa nggak puas dengan badan gue sendiri, yang membuat sifat-sifat buruk gue dengan mudah berkembang, yang membuat gue benci diri gue sendiri, yang membuat gue ingin cepat-cepat mati, akar dari semua masalah gue adalah kurangnya rasa syukur gue. Gue menyadari kalau selama beribadah, gue mengucap syukur dengan bibir, namun hati gue nggak ikut bersyukur dengan tulus.
Gue sadar, nggak ada untungnya gue merasa nggak bersyukur. Nggak ada untungnya gue menyakiti diri sendiri. Nggak ada untungnya gue menjelek-jelekan diri sendiri. Nggak ada untungnya gue caper sama orang lain, di saat sebenarnya waktu untuk caper ke orang lain itu bisa gue gunakan untuk perhatian ke diri sendiri. Gue sadar, gue sadar akhirnya. Terima kasih, Tuhan. Puji Tuhan.
Sangat banyak hal yang bisa gue syukuri di hidup gue dan yang memang ternyata, sangat-sangat indah (akan gue post di post berikutnya). Dengan sedikit melihat dengan hati, hidup gue sangat layak dan indah (ini bukan maksud menyombong, tapi bersyukur). Sampai sekarang gue sangat benci dengan kata-kata 'masalah kamu tuh nggak seberapa, masih banyak orang yang lebih nggak beruntung daripada kamu', yang diucapkan dengan nada menggurui dan menyalahkan. Tapi gue sadar, kata-kata itu benar, saat diucapkan dengan benar juga.
Jadi, sekarang gue akan benar-benar serius dalam bersyukur. Banyak hal untuk mengungkapkan rasa syukur (akan gue post bagaimana caranya mengungkapkan rasa syukur). Dan satu, gue nggak mau merasa sendirian lagi, karena gue sadar, gue punya Tuhan yang sangat baik dan gue punya sahabat-sahabat di sekitar gue, yang adalah utusan dari Tuhan buat gue.
Kalian boleh chat teman terdekat kalian yang kalian percaya (atau kalian boleh comment di post ini, atau kirim email ke saya kalau mau curhat) saat kalian lagi ada masalah. Percayalah, pasti teman kalian itu bisa meringankan beban yang kalian tanggung itu, meskipun sedikit. Hal itu tetap perlu disyukuri, kan? Kalian bisa menceritakan semua yang kalian rasakan, semua kesepian kalian. Lepaskan semuanya, pokoknya. Kesepianmu pasti akan terobati.
Dan ingat kalian punya Tuhan. Kalian sangat-sangat bisa mencari Tuhan, di saat apapun, karena Tuhan akan selalu ada untuk kalian.
(Post ini didedikasikan untuk sahabat gue itu, yang sudah menyadarkan gue kembali dari mimpi buruk.)
Ibaratnya, otak gue itu kota Jakarta, semua pikiran-pikiran gue itu adalah mobil dan motor yang berseliweran di mana-mana dengan jumlah dua kali lipat yang biasa melintas di jalanan ibukota, lalu akal sehat gue itu adalah lampu merah yang sedang tidak bekerja. Dan perasaan gue adalah jam macet, yaitu rush hour dan jam pulang kerja. Kebayang kan ribetnya gimana?
A lot has been going inside my head. Tapi sekarang, gue udah sadar. Seakan-akan gue ditampar dan dibangunkan dari mimpi buruk. What a lovely time and life to live. Itu bukan kata-kata sarkastik atau sinisme, tapi itu benar-benar sebuah pujian dan sebuah ungkapan syukur gue.
Gue mau berbagi untuk kalian semua, yang saat ini merasa sendirian, merasa tidak punya gairah hidup, merasa tidak berguna, merasa ingin mati saja, yang berpikiran mati adalah cara terbaik untuk mengakhiri semua masalah kalian. Semoga kalian bisa mengambil sesuatu dari cerita yang gue bagikan hari ini, ya.
Gue punya pacar. Yah, ini bukan dimaksudkan buat insult kalian yang jomblo, gue cuma memaparkan fakta untuk mendukung cerita gue. Dan gue sejak minggu pertama UN (4 April, sekarang 17 April), ada masalah yang 'nggak kelihatan', yang sama-sama kita pendam untuk dikeluarkan setelah UN selesai. Kira-kira 3 hari gue terus-menerus bertengkar dengan dia, gue nggak mau kalah, dia juga begitu. Gue merasa dia salah, dan dia merasa gue salah. Lalu kita berdua sama-sama memberi sinyal untuk 'mengakhiri hubungan'.
Karena gue ini adalah orang yang hipersensitif, gue sangat mudah sakit hati dan marah. Gue sangat sangat marah waktu kita hampir putus itu karena gue sangat sakit hati. Gue marah, gue benci sama dia dan gue bertekad untuk bikin dia putusin gue. Gue nggak tahan nggak cerita ke siapapun, dan akhirnya gue cerita ke seorang sahabat gue yang sangat baik hati dan sabar menghadapi gue.
Di sela-sela cerita gue itu, ada kira-kira ribuan 'mobil baru' melintas di jalanan ibukota. Gue sangat-sangat marah, emosi gue nggak terkontrol lagi, semua kata-kata kasar keluar dari mulut dan tangan gue (dari ketikan chat), gue gelap mata, gue kembali mau merusak diri gue sendiri, merusak separah-parahnya agar gue cepat-cepat mati karena hantaman mobil-mobil itu bertubi-tubi. Gue merasa nggak sanggup dan sendirian. Gue merasa seperti seorang single fighter yang berjuang sendiri tanpa dibekali satupun alat untuk membela diri.
Setelah dua hari, akhirnya gue memutuskan untuk cerita semuanya tentang gue, tentang sisi gelap gue, ke sahabat gue ini. Gue sudah berdoa, mohon kestabilan mental dan emosi, mohon petunjuk dan jalan terbaik dari Tuhan, dan inilah jawaban-Nya.
Gue benar-benar baru bangun dari mimpi buruk. Selama ini yang membuat gue nggak bahagia, yang membuat gue selalu merasa nggak puas dengan badan gue sendiri, yang membuat sifat-sifat buruk gue dengan mudah berkembang, yang membuat gue benci diri gue sendiri, yang membuat gue ingin cepat-cepat mati, akar dari semua masalah gue adalah kurangnya rasa syukur gue. Gue menyadari kalau selama beribadah, gue mengucap syukur dengan bibir, namun hati gue nggak ikut bersyukur dengan tulus.
Gue sadar, nggak ada untungnya gue merasa nggak bersyukur. Nggak ada untungnya gue menyakiti diri sendiri. Nggak ada untungnya gue menjelek-jelekan diri sendiri. Nggak ada untungnya gue caper sama orang lain, di saat sebenarnya waktu untuk caper ke orang lain itu bisa gue gunakan untuk perhatian ke diri sendiri. Gue sadar, gue sadar akhirnya. Terima kasih, Tuhan. Puji Tuhan.
Sangat banyak hal yang bisa gue syukuri di hidup gue dan yang memang ternyata, sangat-sangat indah (akan gue post di post berikutnya). Dengan sedikit melihat dengan hati, hidup gue sangat layak dan indah (ini bukan maksud menyombong, tapi bersyukur). Sampai sekarang gue sangat benci dengan kata-kata 'masalah kamu tuh nggak seberapa, masih banyak orang yang lebih nggak beruntung daripada kamu', yang diucapkan dengan nada menggurui dan menyalahkan. Tapi gue sadar, kata-kata itu benar, saat diucapkan dengan benar juga.
Jadi, sekarang gue akan benar-benar serius dalam bersyukur. Banyak hal untuk mengungkapkan rasa syukur (akan gue post bagaimana caranya mengungkapkan rasa syukur). Dan satu, gue nggak mau merasa sendirian lagi, karena gue sadar, gue punya Tuhan yang sangat baik dan gue punya sahabat-sahabat di sekitar gue, yang adalah utusan dari Tuhan buat gue.
Kalian boleh chat teman terdekat kalian yang kalian percaya (atau kalian boleh comment di post ini, atau kirim email ke saya kalau mau curhat) saat kalian lagi ada masalah. Percayalah, pasti teman kalian itu bisa meringankan beban yang kalian tanggung itu, meskipun sedikit. Hal itu tetap perlu disyukuri, kan? Kalian bisa menceritakan semua yang kalian rasakan, semua kesepian kalian. Lepaskan semuanya, pokoknya. Kesepianmu pasti akan terobati.
Dan ingat kalian punya Tuhan. Kalian sangat-sangat bisa mencari Tuhan, di saat apapun, karena Tuhan akan selalu ada untuk kalian.
(Post ini didedikasikan untuk sahabat gue itu, yang sudah menyadarkan gue kembali dari mimpi buruk.)