Skip to main content

Papa...

I cant sleep tonight. I really cant sleep. Thoughts come and go throughout my mind. They’re wandering inside my little brain. My tiny brain. Inside my head. Inside my body. To keep me alive. To keep me on thinking. Never ending stuffs. Never ending thoughts to think. Never runs out of thoughts to think about.

Aku sekarang ini sedang merasa cemas, takut, khawatir, in which in English is refered as anxiety. Semua perasaan ini ada triggernya. Semua perasaanku punya trigger. Semua pikiranku punya trigger. Sebelum tenggelam dalam pikiran-pikiran negatif, pasti ada sesuatu yang membuat satu pikiran negatif masuk ke kepalaku, lalu berkembang biak dengan membelah diri. Satu menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan, delapan menjadi enambelas, dan seterusnya.

Before that, I want to tell you that I was having a bad day until. There’s a trigger, of course. I was kinda disappointed, but that’s another story.

Here’s the thing I wanna write and release. I don’t wanna bear alone because what’s this website for if I don’t use it to let me untighten the rope that binds my heart? Hopefully, after writing this, those feelings will go away. Those negative thoughts will go away.

Hal yang mentrigger satu pikiran negatif ini adalah soal papaku. Begini, papaku memang masih muda usianya. Dia masih di awal 40an. Dia termasuk papa muda menurutku karena usianya baru 40 sedangkan adikku sekarang sudah umur 16 tahun. Dan aku, sudah 18 tahun. Anak-anaknya sudah cukup dewasa secara umur dibandingkan anak-anak teman-temannya.

Meskipun usianya masih muda, lifestyle nya menurutku tidak sehat. Dia memang tidak merokok, tidak minum-minum, tapi rekan-rekan kerjanya hampir semua merokok. Dia terpapar asap rokok setiap hari. Beruntung tidak setiap jam. Dia juga makan makanan yang tidak sehat. Dia sempat mengalami kekentalan darah, di mana kadar hemoglobin (HB) dalam darahnya jauh di atas batas normal. Kadar kolesterol jahatnya juga tinggi, di atas batas normal, sampai-sampai dia perlu minum obat kolesterol. Dua hal itu akan membawa papa ke penyakit yang lebih serius, yaitu jantung koroner dan stroke. Aku benar-benar khawatir tentang kesehatannya. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Sekilas tentang papaku. Dia papa yang cukup hebat dan tentu saja aku sayang dia. Tanggal 26 nanti, dia akan berulangtahun yang ke-44. Aku punya sebuah ketakutan yang benar-benar tidak beralasan sebenarnya. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya, seperti yang sudah kunyatakan di atas tadi. Jujur saja, aku bergantung banyak padanya, terutama soal materi. Aku memang lebih dekat dengan mamaku secara fisik, namun sebenarnya, aku merasa lebih dekat dengan papaku karena dia memberikan lebih banyak dukungan padaku. Dia yang memupuk rasa percaya diriku yang setipis go fresh ini. Dia mendukungku melakukan hal-hal baik, membebaskanku melakukan apa saja, dia percaya padaku, percaya kalau aku bisa, kalau aku punya potensi, percaya aku anak yang cerdas. Dia lebih percaya padaku daripada ibuku percaya padaku.

Sebenarnya malam ini, saat aku menuliskan ini, aku benar-benar tidak ingin menangis. Sama sekali tidak ingin karena aku beberapa hari yang lalu baru menangis tersedu-sedu karena satu dan dua hal. Tentu saja tidak ada orang lain yang tahu. Rumah beberapa hari yang lalu itu kosong, maka dari itu tidak ada yang tahu. Aku juga sempat hampir melakukan sesuatu yang bodoh, merasa ada kesempatan karena saat sedang dalam mental state seperti itu, aku sendirian di rumah. Tidak ada seorangpun. Hanya aku, aku, dan aku. Karena tangisan histeris itu, mataku bengkak hingga dua hari. Beruntung tidak ada orang rumah yang penasaran kenapa mataku bisa bengkak.

Papaku seorang pekerja keras. Dia juga orang yang benar-benar rela berkorban bagi keluarganya. Dia mati-matian mencari nafkah, tidak segan pergi subuh pulang subuh demi mencari rejeki bagi aku, adikku, dan mamaku. Dia juga bukan orang yang pelit. Dia menunjukkan kasih sayangnya dengan cara lain yang aku tidak suka sebenarnya, tapi itulah dia. Dia suka menciumku dan aku tidak suka dicium. Dia suka memegang kepalaku saat aku sedang stres yang hanya akan membuatku marah dan melampiaskan rasa frustasiku dengan berteriak dan membentaknya. Dia juga yang setia mengatarku ke mana-mana tanpa mengeluh. Aku sangat jarang mendengar dia mengeluh. Benar-benar seorang pejuang yang tangguh.

Dan adalah kesalahan besar membentak orangtua seperti itu, apalagi papaku ini adalah papa yang sangat langka, yang jarang ditemui di mana-mana, yang bahkan bisa disebut sebagai “ayah impian”. Aku sekarang ini sadar apa yang kuperbuat ini benar-benar salah padanya. Aku durhaka sekali karena sudah berbuat demikian mengingat semua pengorbanan yang dilakukannya. Papa itu, jarang memarahiku. Biasanya dia hanya marah kalau aku salah waktu, aku melakukan kebiasaanku itu, marah-marah dan bentak-bentak, saat dia sedang bete seperti cewek PMS. Pertama kali aku belajar melawan, aku ditampar. Aku kaget, tentu saja. Tapi mungkin itu kesalahan yang dibuatnya jadi sampai sekarang, dia tidak pernah main tangan denganku, adikku, atau ibuku.

Aku merasa bersalah padanya. Aku bergantung padanya dalam banyak hal seperti yang sudah kukatakan dan aku berhutang nyawa padanya. Masih banyak hal yang perlu kulakukan untuk membuatnya bahagia, membuatnya bangga terhadapku, bangga terhadap adikku, bangga terhadap keluarga kecil yang telah dia ciptakan. Setiap malam aku memohon pada Tuhan supaya papa diberikan kesehatan yang prima seumur hidupnya, diberikan umur yang panjang dan kebahagiaan seumur hidupnya. Papa pantas mendapatkannya atas segala sesuatu yang telah diperjuangkannya.
Ketakutanku ini berkatian dengan papaku. Aku takut, aku khawatir, aku takut, aku khawatir. Ya, akan kuulang-ulang terus kata-kata itu sampai kalian mungkin ikut merasa takut dan khawatir terhadap ayah kalian masing-masing. Aku takut papa pergi duluan sebelum aku (salah satu harapanku adalah untuk mati duluan sebelum orang-orang yang kusayang pergi meninggalkanku, jadi aku tidak perlu menghadapi kematian salah satu dari mereka karena aku sudah mati duluan. Aku rasa aku bisa gila benar-benar kalau harus disuruh menghadapi yang seperti itu.). Aku takut papa sakit. Takut papa celaka. Takut sesuatu yang mendadak terjadi. Aku benar-benar takut. Terutama kesehatannya yang dalam kondisi menghawatirkan itu. Dia juga kurang istirahat. Belakangan ini aku tahu papa tidur malam dan bangun selalu pagi. Aku takut papa meninggal. Aku tidak mau papa pergi. Aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada papa. Karena aku tidak siap, dan selamanya tidak akan pernah siap.
Papaku juga orang yang mengutamakan keinginan keluarganya. Kemauanku, kemauan adikku, apalagi kemauan mama. Dia pasti menurutinya. Dia rela mengesampingkan keingannya demi kami. Sedangkan kami egois, berusaha supaya keinginan kami ini dipenuhi papa dengan satu lambaian tongkat sihirnya. Sekali lagi, papa tidak pernah mengeluh. Dia seakan-akan mematikan keingan-keingannya sendiri demi kami, supaya kami senang.

Sekeluarga merencanakan untuk pergi merayakan malam natal di Lembah Karmel. Perayaan ekaristi di sana terkenal syahdu karena suasananya. Kami sudah merencanakan ini sejak awal Desember. Papa yang paling semangat. Papa senang di Puncak, dia senang nongkrong di Puncak, menikmati hawa Puncak yang dingin dan berkabut (kadang-kadang saja tapi berkabutnya), padahal Puncak itu macet dan perjalanannya juga tidak sebentar. Dari apa yang kulihat, dia pengen banget mengikuti perayaan ekaristi di Lembah Karmel itu. Tapi aku, adikku dan mama tidak mau karena alasan masing-masing yang egois. Kami bertiga sudah bilang, kalau memang papa mau, ya sudah kita ikut saja pergi. Tapi dia bilang, tidak usah pergi kalau memang kalian bertiga tidak mau. Dia kedengarannya marah, bukan kecewa, meskipun sebenarnya aku tahu dia pasti kecewa karena dia memang ingin ke sana.

Seketika perasaanku menjadi tidak enak. Aku mendengar banyak cerita dari orang, tidak lama sebelum seseorang itu meninggal, orang itu memberikan pertanda secara tidak langsung, entah lewat tindakan, perkataan, atau bentuk lain. Dan orang di sekitarnya itu tidak akan menyadari pertanda yang diberikan itu. Aku takut, ini jadi natal terakhir yang kulalui dengan papa (AMIT-AMIT YAAMPUN SHASHA). Aku takut aku sangat-sangat menyesal dan dipenuhi rasa bersalah yang amat sangat karena papa tidak sempat merayakan natal di Puncak. Aku takut karena tidak sempat memenuhi keinginan papa. Aku takut tidak sempat membuat papa bahagia. Aku takut tidak sempat mengabulkan keinginan-keinginan papa seperti papa mengabulkan keinginan-keinginanku. Aku takut, sangat takut, sesuatu yang buruk akan terjadi pada papa. Aku takut… Aku takut… Aku takut… Aku takut ditinggal papa. Aku takut. Aku tidak mau ditinggal papa. Aku tidak mau. Aku takut kehilangan penopangku. Aku takut, aku menjadi buta terhadap pertanda-pertanda itu. Aku benar-benar takut dan tidak tahu lagi bagaimana harus mengekspresikan rasa takutku, sampai aku tidak kuat dan mau meledak rasanya karena rasa takut itu. Rasanya sesak di dada, sampai aku menangis juga akhirnya sepanjang menulis postingan ini. Aku tidak kuat…

Papa ingin ke RRT sebenarnya, tour ke sana, Guangzhou-Shanghai-Beijing, dan dia juga ingin ke Taipei. Dia juga senang makan babi, tapi sangat jarang makan babi karena mamaku tidak makan babi. Bukan kendala uang, tapi kendala waktu. Aku sangat-sangat ingin membawa papa pergi ke RRT dan ke Taiwan, juga ke Hongkong lagi, juga membawa papa naik cruise seperti yang dia inginkan. Dia hobi travelling dan hobi mencoba hal-hal baru. Dia tidak malu membuat kesalahan dan seharusnya aku bangga karena dia tidak malu. Tapi terkadang aku malah kesal karena papa sering salah dan sering asal-asalan berbicara, apalagi mengenai istilah-istilah.

Aku ingin mengajak papa ke Guangzhou-Shangai-Beijing, Taiwan, Hongkong, naik cruise mewah, dengan hasil jerih payahku sendiri. Aku ingin setidaknya bisa membuatnya bangga dan bahagia karena hasil keringatku. Karena perjuangan kerasku. Aku ingin papa bangga denganku. Aku ingin papa bahagia. Aku ingin papa selalu sehat. Aku ingin papa berumur panjang, supaya aku bisa mengabulkan harapan-harapannya, seperti yang dia lakukan padaku. Maka itu, aku harus jadi orang yang berhasil, sukses (dalam konteks ini, kaya akan materi – uang, dan moril).

The main problem is you think you have time.



Pa, aku sayang papa.
Maaf ya pa selama ini aku sering bikin salah ke papa, aku sering marah ke papa, sering bentak-bentak papa, gak mau ngajarin papa pake HP baru atau pake laptop, gak mau ngajarin papa bahasa Inggris, habis-habisin uang papa.

Aku janji, semua pengorbanan papa buat aku, buat adikku, buat mama, semuanya akan worth it. Papa nggak akan nyesel karena aku adalah anak papa. Aku akan buat papa bangga sama aku. Aku akan kabulin semua keinginan-keinginan papa. Aku janji. Aku akan belajar rajin, rajin organisasi juga, rajin mengasah semua life skills yang aku butuhkan dan miliki, supaya aku bisa cepet-cepet jadi orang sukses. Dan papa juga harus janji, sehat-sehat sampai aku meninggal duluan dari papa nanti ya pa..

Best of the year

Experience: Sedikit Pengalaman dengan Bulimia

Berkaitan dengan post saya kemarin, maka saya berpikir untuk berbagi pengalaman tentang bulimia nervosa yang saya derita. Berat badan saya pernah mencapai angka 56 kg, dengan tinggi badan <155 cm. Tentu saja bukan berat badan yang ideal, karena idealnya adalah 45 kg menurut saya. Di bulan Desember 2013, saya menghadapi suatu masalah yang membuat saya stres dan tidak nafsu makan. Di tambah lagi, saya sempat sakit selama beberapa hari sehingga sama sekali tidak bernafsu makan, sekali pun di hadapan saya sudah tersedia makanan kesukaan sepanjang masa, yaitu nasi goreng. Dari masalah itu, saya berniat untuk membuat orang itu menyesal. Ibarat kata, saya ingin balas dendam padanya dengan menunjukkan bahwa saya bisa kurus dan menjadi cantik, sehingga ia saya boleh merasa bangga pada diri sendiri sekaligus 'membalas dendam'. Di mulailah diet saya. Tekad saya ketika itu sudah bulat dari dalam hati, tidak diumbar ke mana-mana. Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa saya se

Lessons Learned from the Movie "Suddenly Seventeen"

Hi! My mid-term test has finished yesterday (yaaayy!!) and yesterday, I had a time to spend with my girls and had a time to spend with myself. What I did was giving myself a good movie to learn from. I know that movie accidentally while browsing through youtube several weeks ago but had just had a time yesterday. And that movie was VERY GOOD oh my God. This post ain't gonna be a movie review. I wanna share the lessons I learned from this movie. The movie is called "Suddenly Seventeen". It is a remake from a western movie titled "17 again." 1/3: Never lose yourself for a man. Yes, yes! This is the first lesson I learned from this movie ever since the beginning. The main female character, Liang, has been in a relationship with his boyfriend, Mao, for 10 years. She's currently 28 and Mao hasn't proposed to her yet. She was desperate. Then a magic chocolate turns her mind to her 17 self. She was very different back then in her 17. She was so lively, so

Self: Introversion in Me

Kalau ditanya, sebenarnya kamu itu orang yang kayak gimana, kamu bakal jawab apa? Well, gue jujur nggak pernah ditanya, sih, tapi sedikit banyak gue tahu gue itu orang yang kayak apa. Gue sudah pernah tes minat-bakat sekaligus tes kepribadian, online, offline, free maupun berbayar. Semua hasilnya menunjukkan kalau gue memang seorang introvert. Tipe kepribadian gue menurut Myers-Birggs Type Indicator (MBTI) adalah INFP/INFJ yang artinya Introvert, iNtuituve, Feeling dan Perceiving/Judging. Kenapa gue tulis dengan garis miring di situ? Karena hasil tes gue menunjukkan kecenderungan gue sebagai INFP dan INFJ. Hasilnya hampir seimbang. Hasil tes gue menunjukkan kalau gue adalah INFJ, tapi menurut semua ciri-ciri INFP dan INFJ yang sudah gue bandingkan dengan diri sendiri, gue lebih ke INFP daripada INFJ.  Introvert. Buat kalian yang belum tahu, introvert itu adalah orang yang lebih menyukai berada dalam pikiran atau dunianya sendiri. Introvert ini memiliki pikiran dan dunia ya

KENALI PIKUN, BUKAN MEWAJARI

Budi (nama samaran), 38 tahun "Ayah saya saat ini telah berusia 60 tahun. Dulu ayah merupakan sosok yang ceria dan juga sangat gigih dalam pekerjaannya. Akan tetapi, semuanya berubah semenjak 3 tahun terakhir ini. Tiga tahun yang lalu, ayah saya pensiun. Sejak saat itu, ayah lebih banyak diam di rumah dan semakin lama, kemampuan mengingat ayah juga semakin berkurang. Suatu saat ayah bertanya, “Kamu ingin pergi ke mana?”, meskipun saya telah menjawab pertanyaan tersebut, ayah kembali mengulang pertanyaan yang sama berkali-kali. Ketika saya menceritakan hal ini kepada orang-orang, mereka umumnya menjawab..  'Biasa.. udah tua gitu, jadi lupa terus.' 'Makin tua wajar sih makin pikun.' 'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.' Ayah juga mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan membuat kopi kesukaannya pun tidak dapat dilakukannya. Kepribadian ayah juga mulai berubah, sekarang ayah lebih sering marah-marah tanpa sebab

Studi

Pernah ngerasain capek belajar sampai-sampai lihat buku aja bikin kamu muak? Semua pelajar mungkin pernah mengalaminya ya, nggak terkecuali mahasiswa tingkat pertama sepertiku ini. Sudah seminggu ini, aku tidak bisa belajar. Ini sungguhan. Aku nggak berlebihan. Kenapa aku bilang aku susah belajar? Niatku padahal selalu menggebu-gebu untuk belajar, loh. Begini ceritanya: sejak hari Senin malam yang lalu (13 Februari), aku belajar, membaca materi untuk perkuliahan besok harinya. Lalu, Selasa, aku kuliah seperti biasa, dan pulang dengan biasa-biasa saja, makan-makan dengan papa dan mamaku untuk merayakan hari Valentine. Pulangnya, aku mengeluh aku tidak bisa belajar pada orangtuaku. Rasanya sulit sekali untuk berkonsentrasi. Hari Rabu, setelah pilkada, aku dan keluargaku pergi ke Lippo Mall Puri, untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Jadilah aku belajar psikologi sosial (menghabiskan 1 bab dalam waktu 1 hari! Kira-kira ada sekitar 30+ halaman dan semua dalam bahasa Inggr

Belajar dari Pengalaman Orang Lain (part 1)

Halo! Hari ini, aku menemukan dua hal yang mengubah padanganku terhadap bagaimana aku 'merasa' dan bersikap karenanya. Pengalaman ini mungkin sederhana, tapi aku entah kenapa bisa juga memaknainya dengan cukup serius dan menjadi sebuah filosofi tersendiri (Hahaha!).  1. Seorang youtubers membagikan ceritanya mengenai hamil di luar nikah saat usianya 17 tahun. Aku sebenarnya iseng saja waktu menonton video ini di sela-sela mengerjakan tugas. Aku tertarik dengan judulnya: "17 and Pregnant". Aku sudah pernah menonton video-video lain tentang ini sebenarnya, tapi entah kenapa, video ini yang berhasil membuatku tersentuh. Aku terinspirasi sekali olehnya, bagaimana dia akhirnya bisa  survive  dengan hidupnya yang seperti itu. Menurutku, kisahnya ini sangat realistis dan nyata dalam kehidupan jaman sekarang ini. Banyak pelajaran yang dapat kuambil dari satu video berdurasi 15 menit 21 detik ini. Namanya Nami Cho. Cho ini hamil di usia 17 tahun. Cho ini meras

Rant: Penderita Gangguan Mental BUKAN untuk Ditakuti

Post ini ditulis karena saya teringat seorang teman pernah mengatakan kepada saya bahwa dia takut dengan orang yang mengalami gangguan mental. Remaja memang labil dan emosinya berubah dengan cepat. Hal itu wajar karena perkembangan otak remaja belum sempurna, sehingga otak belum dapat memerintahkan organ untuk memproduksi hormon-hormon tertentu secara seimbang. Dari kasus tersebut tentu saja pasti ada salah satu hormon yang dominan. Fungsi hormon tersebut juga akan lebih domian pada remaja, namun jenis dan kadarnya akan berbeda pada setiap remaja.  Di usia remaja, manusia sangat rentan menderita gangguan mental. Gangguan mental masa kini memiliki beragam jenis. Beberapa yang paling sering disorot dan penderitanya sebagian besar adalah remaja yaitu eating disorder (anorexia dan bullimia), Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD) dan bipolar disorder. Saya sendiri adalah mantan bulimia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan tersebut muncul. Menurut saya, faktor

Me Talking about My ((Current)) Condition

Lately I'm not sure what I'm feeling. It feels like riding a roller-coaster everyday. I don't know what should I feel, I don't know how I should react. I just... don't know. I feel like I'm losing track of my life. I'm getting out of track. Well, let's see through my past then. I was an introverted girl and so am I now. I've never been comfortable with myself enough to depend on myself rather than depending on somebody who has a close relationship with me like my best friend. That sucks, I know, not being able to depend on yourself and to you just depend on others for your moral support. I should have been the best friend I need myself. It feels like time has passed so much since I wrote my last reflection. I had been doing great actually, but not for this past 2-3 weeks. I can't recall exactly what makes me being like this. The thoughts just coming so sudden and filling my head, even they sometimes make me grasping for air so much that

Curhat: Aku

Sebenarnya, aku hari ini pengen nulis tentang beberapa hal. Tetap curhatan, seperti biasa. Dan kupikir, aku akan memaksimalkan fungsi blog ini sebagai tempat curhatku, tempat untukku menuangkan semua pikiran-pikiranku, terutama yang negatif. Toh nanti, aku sendiri ini yang akan membaca tulisanku. Topik yang ingin kubahas hari ini mengenai seseorang yang belakangan ini sedang dekat denganku, aku yang semakin terlihat ke-introvert-annya, aku yang butuh muse untuk kembali menulis, dan aku yang sedang galau karena ke-introvert-anku itu. Mari kita bahas satu per satu. Ini sebagai salah satu cara untuk keluar dari pikiran negatif yang sering menghantuiku.  Aku saat ini sedang suntuk di rumah, ingin istirahat, dan memaksakan diri untuk refreshing. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang bisa membuatku segar kembali, yang membuatku lebih bahagia lagi, dan membuatku merasa keluar sejenak dari penat yang sempat menggangguku beberapa minggu ini. Aku tidak tahu. Hobi? Hobiku (dulu) menulis

Curhat: Running Thoughts

Aku baru pulang dari liburan keluarga bersama ke Jogjakarta selama beberapa hari. Aku dan keluarga besarku touring ke Jogja. Well, aku nggak akan ceritain gimana perjalananku selama di sana karena di post ini, aku benar-benar mau mengeluarkan semua yang membuat liburanku kemarin nggak bisa kuberi nilai 10/10. Kembali lagi pada masalah dari dalam diriku sendiri.  Supaya nggak bingung, sejak kecil, aku dan keluarga besarku dari pihak Papa sering touring ke kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Kami bahkan sudah sampai ke Bali dengan jalan darat. Convoy sekitar 6 mobil. Sudah beberapa tahun terakhir kami jarang pergi lagi, dan baru tahun ini lagi, kami berkesempatan untuk refreshing bersama-sama.  Tidak perlu ahli untuk tahu kalau aku sebenarnya senang sekali pergi touring bersama keluarga besarku meskipun aku pernah bermasalah dengan beberapa anggota keluarga itu pada masa labilku (masa SMP yang kelam). Usiaku waktu pertama kali touring itu adalah 7 tahun, jadi aku memang su