Skip to main content

Life Lessons: The Past and Me

In this very mood, I'll write about something that triggers me.

Bermula dari keisengan karena tidak ada kerjaan, aku membuka halaman facebook-ku, lalu scrolling sampai bawah-bawah. Sampai pada masa aku SMP. Baru saja lulus SD saat itu. Kira-kira tahun 2010 sampai tahun 2012. Itu masa-masa dark ages bagiku. Tidak, bahkan durasinya lebih lama. Sekitar tahun 2008-2012. Natasha's dark ages of her life.

Well, kenapa aku bisa bilang ini dark ages buatku karena di masa itu aku banyak melakukan hal yang memalukan untuk diriku sendiri. Hal-hal yang aku sesali hingga sekarang ini. Dan masih kupertanyakan. Dulu aku seperti itu, seakan-akan mau memberitahu dunia seberapa besar masalahku sendiri yang sebenarnya, kalau kulihat sekarang ini, tidak ada apa-apanya dibanding semua masalah yang ada. Zaman-zaman FB masih trending dan aku rajin sekali posting status yang isinya aneh-aneh, mulai dari galauan khas anak SMP, sampai maki-makian. Ya ampun. Apa yang kulihat dan sebagian sudah kuhapus dari halaman facebook-ku itu membuatku triggered dan membuatku sempat berpikiran untuk kembali bunuh diri.

Dua hal yang berkaitan yang mau kuceritakan hari ini. Sebelumnya, menyenangkan menulis di blog seperti ini, menumpahkan apapun yang ada dipikiranku. Menceritakan apapun. Namun tetap ada kekhawatiran saat menulis ini, kekhawatiran yang sebenarnya, sama sekali tidak perlu dipikirkan.

Masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Tiga masa yang berbeda. Aku 2008 hingga 2012 adalah orang yang hidup di masa sekarang. Melakukan apapun dengan spontan. Impulsif. Tidak pernah memikirkan efek jangka panjang dari apa yang kulakukan, apalagi yang ku posting secara sembarangan di dunia maya itu. Di media sosial, di mana teman-temanku dan keluarga-keluargaku bisa dengan leluasa membacanya. Aku sama saja mencoreng namaku sendiri di depan mereka. Ini masa laluku, yang membuatku malu, namun tidak bisa dihapuskan.

Bahkan meskipun aku mati sekarang pun, masa lalu itu akan tetap ada. Tidak terhapus. Dan menjadi bagian dari seorang "Shasha" sampai kapanpun.

Sedangkan aku yang sekarang adalah aku yang hidup di masa depan dan masa lalu secara bergantian. Aku terlalu banyak berpikir ke depan, namun di satu sisi, aku terikat pada masa laluku dan terobsesi untuk mengubahnya. Padahal semua orang tahu masa lalu tidak bisa diubah. Apa yang sudah terukir, biarlah terukir. Aku benci masa laluku. Aku benci aku yang dulu, aku yang hanya mempermalukan aku yang sekarang. Aku malu. Ashamed sangat tepat menggambarkan perasaanku.

Mungkin aku 2-3 tahun ke depan akan merasa ashamed juga melihat postinganku yang sekarang. Dan aku mulai berpikir, bagaimana jika aku yang dulu bisa membaca postinganku yang sekarang ini? Di mana aku secara terang-terangan menyatakan aku malu memiliki masa lalu seperti itu? Apakah dia akan berhenti? Apakah dia akan berubah? Aku ilfeel dengan diriku sendiri, dengan masa laluku, dengan apa yang sudah kuperbuat. Aku ilfeel dan benci diriku sendiri, kala berkaca pada masa lalu.

Namaku sudah tercoreng sekian tahun yang lalu, di mata orang-orang yang mungkin sempat offended karena postingan-postinganku, atau orang-orang yang merasa terganggu oleh apa yang ku posting secara sembarangan itu. Di masa itu, saat aku posting sembarangan, tidak terpikirkan olehku apa pendapat orang-orang saat membacanya. Dan apa perasaanku di masa depan bila aku membacanya sendiri. Ashamed. Bukan embarrassed. 

People change. Aku berusaha mengingatkan diriku sendiri, aku bukanlah aku yang dulu. Masa laluku sudah lewat. Dark ages itu sudah berakhir. Itulah yang membentukku. Masa lalu itu yang membuat aku bisa menulis ini sekarang. Masa lalu itu yang membawaku sampai ke titik ini, sampai di mana aku menemukan passionku, yaitu psikologi. Masa lalu itu yang membawaku sampai ke visiku, tujuan hidupku, yaitu menyelamatkan sebanyak mungkin anak-anak dan remaja dari mental disorder. 

Aku harus berusaha melihat masa laluku yang buruk itu sebagai sesuatu yang positif, sesuatu yang mungkin perlu kutertawakan bersama teman-temanku. Malu bersama-sama karena bukan hanya aku yang pernah melalui masa-masa kelam itu. Masa-masa alay. Aku sempat berpikir, apakah orang lain akan sampai se-lebay aku dalam menanggapi masa lalu yang seperti ini. Mungkin tidak, mungkin iya. Apa yang akan dilakukan mereka bila ada di posisi seperti ini? Orang lain mungkin hanya akan sekedar tertawa bersama-sama sambil lalu. Tapi siapa tahu sebenarnya mereka memikirkan masa lalu mereka itu, sama sepertiku. Atau mungkin juga tidak. 

Take it easy. Fokus pada sesuatu yang masih bisa kendalikan daripada bercokol pada sesuatu yang tidak bisa lagi dikendalikan, seperti masa lalu. Aku harus mencoba mengurai ikatan yang mengikatku dengan masa lalu itu, yang membuatku terus merasa aku melakukan kesalahan besar pada masa lalu itu, yang membuatku sangat sulit memaafkan dan menyayangi diriku sendiri dengan tulus.

Inilah bagian dari perjalanan hidup. Masa lalu adalah sesuatu yang tidak terlepas dari seseorang, yang menjadi bahan refleksi untuk masa sekarang. 

Best of the year

Experience: Sedikit Pengalaman dengan Bulimia

Berkaitan dengan post saya kemarin, maka saya berpikir untuk berbagi pengalaman tentang bulimia nervosa yang saya derita. Berat badan saya pernah mencapai angka 56 kg, dengan tinggi badan <155 cm. Tentu saja bukan berat badan yang ideal, karena idealnya adalah 45 kg menurut saya. Di bulan Desember 2013, saya menghadapi suatu masalah yang membuat saya stres dan tidak nafsu makan. Di tambah lagi, saya sempat sakit selama beberapa hari sehingga sama sekali tidak bernafsu makan, sekali pun di hadapan saya sudah tersedia makanan kesukaan sepanjang masa, yaitu nasi goreng. Dari masalah itu, saya berniat untuk membuat orang itu menyesal. Ibarat kata, saya ingin balas dendam padanya dengan menunjukkan bahwa saya bisa kurus dan menjadi cantik, sehingga ia saya boleh merasa bangga pada diri sendiri sekaligus 'membalas dendam'. Di mulailah diet saya. Tekad saya ketika itu sudah bulat dari dalam hati, tidak diumbar ke mana-mana. Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa saya se

Lessons Learned from the Movie "Suddenly Seventeen"

Hi! My mid-term test has finished yesterday (yaaayy!!) and yesterday, I had a time to spend with my girls and had a time to spend with myself. What I did was giving myself a good movie to learn from. I know that movie accidentally while browsing through youtube several weeks ago but had just had a time yesterday. And that movie was VERY GOOD oh my God. This post ain't gonna be a movie review. I wanna share the lessons I learned from this movie. The movie is called "Suddenly Seventeen". It is a remake from a western movie titled "17 again." 1/3: Never lose yourself for a man. Yes, yes! This is the first lesson I learned from this movie ever since the beginning. The main female character, Liang, has been in a relationship with his boyfriend, Mao, for 10 years. She's currently 28 and Mao hasn't proposed to her yet. She was desperate. Then a magic chocolate turns her mind to her 17 self. She was very different back then in her 17. She was so lively, so

Self: Introversion in Me

Kalau ditanya, sebenarnya kamu itu orang yang kayak gimana, kamu bakal jawab apa? Well, gue jujur nggak pernah ditanya, sih, tapi sedikit banyak gue tahu gue itu orang yang kayak apa. Gue sudah pernah tes minat-bakat sekaligus tes kepribadian, online, offline, free maupun berbayar. Semua hasilnya menunjukkan kalau gue memang seorang introvert. Tipe kepribadian gue menurut Myers-Birggs Type Indicator (MBTI) adalah INFP/INFJ yang artinya Introvert, iNtuituve, Feeling dan Perceiving/Judging. Kenapa gue tulis dengan garis miring di situ? Karena hasil tes gue menunjukkan kecenderungan gue sebagai INFP dan INFJ. Hasilnya hampir seimbang. Hasil tes gue menunjukkan kalau gue adalah INFJ, tapi menurut semua ciri-ciri INFP dan INFJ yang sudah gue bandingkan dengan diri sendiri, gue lebih ke INFP daripada INFJ.  Introvert. Buat kalian yang belum tahu, introvert itu adalah orang yang lebih menyukai berada dalam pikiran atau dunianya sendiri. Introvert ini memiliki pikiran dan dunia ya

KENALI PIKUN, BUKAN MEWAJARI

Budi (nama samaran), 38 tahun "Ayah saya saat ini telah berusia 60 tahun. Dulu ayah merupakan sosok yang ceria dan juga sangat gigih dalam pekerjaannya. Akan tetapi, semuanya berubah semenjak 3 tahun terakhir ini. Tiga tahun yang lalu, ayah saya pensiun. Sejak saat itu, ayah lebih banyak diam di rumah dan semakin lama, kemampuan mengingat ayah juga semakin berkurang. Suatu saat ayah bertanya, “Kamu ingin pergi ke mana?”, meskipun saya telah menjawab pertanyaan tersebut, ayah kembali mengulang pertanyaan yang sama berkali-kali. Ketika saya menceritakan hal ini kepada orang-orang, mereka umumnya menjawab..  'Biasa.. udah tua gitu, jadi lupa terus.' 'Makin tua wajar sih makin pikun.' 'Orang tua lupa mah wajar, memang penyakit tua.' Ayah juga mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan membuat kopi kesukaannya pun tidak dapat dilakukannya. Kepribadian ayah juga mulai berubah, sekarang ayah lebih sering marah-marah tanpa sebab

Studi

Pernah ngerasain capek belajar sampai-sampai lihat buku aja bikin kamu muak? Semua pelajar mungkin pernah mengalaminya ya, nggak terkecuali mahasiswa tingkat pertama sepertiku ini. Sudah seminggu ini, aku tidak bisa belajar. Ini sungguhan. Aku nggak berlebihan. Kenapa aku bilang aku susah belajar? Niatku padahal selalu menggebu-gebu untuk belajar, loh. Begini ceritanya: sejak hari Senin malam yang lalu (13 Februari), aku belajar, membaca materi untuk perkuliahan besok harinya. Lalu, Selasa, aku kuliah seperti biasa, dan pulang dengan biasa-biasa saja, makan-makan dengan papa dan mamaku untuk merayakan hari Valentine. Pulangnya, aku mengeluh aku tidak bisa belajar pada orangtuaku. Rasanya sulit sekali untuk berkonsentrasi. Hari Rabu, setelah pilkada, aku dan keluargaku pergi ke Lippo Mall Puri, untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Jadilah aku belajar psikologi sosial (menghabiskan 1 bab dalam waktu 1 hari! Kira-kira ada sekitar 30+ halaman dan semua dalam bahasa Inggr

Belajar dari Pengalaman Orang Lain (part 1)

Halo! Hari ini, aku menemukan dua hal yang mengubah padanganku terhadap bagaimana aku 'merasa' dan bersikap karenanya. Pengalaman ini mungkin sederhana, tapi aku entah kenapa bisa juga memaknainya dengan cukup serius dan menjadi sebuah filosofi tersendiri (Hahaha!).  1. Seorang youtubers membagikan ceritanya mengenai hamil di luar nikah saat usianya 17 tahun. Aku sebenarnya iseng saja waktu menonton video ini di sela-sela mengerjakan tugas. Aku tertarik dengan judulnya: "17 and Pregnant". Aku sudah pernah menonton video-video lain tentang ini sebenarnya, tapi entah kenapa, video ini yang berhasil membuatku tersentuh. Aku terinspirasi sekali olehnya, bagaimana dia akhirnya bisa  survive  dengan hidupnya yang seperti itu. Menurutku, kisahnya ini sangat realistis dan nyata dalam kehidupan jaman sekarang ini. Banyak pelajaran yang dapat kuambil dari satu video berdurasi 15 menit 21 detik ini. Namanya Nami Cho. Cho ini hamil di usia 17 tahun. Cho ini meras

Rant: Penderita Gangguan Mental BUKAN untuk Ditakuti

Post ini ditulis karena saya teringat seorang teman pernah mengatakan kepada saya bahwa dia takut dengan orang yang mengalami gangguan mental. Remaja memang labil dan emosinya berubah dengan cepat. Hal itu wajar karena perkembangan otak remaja belum sempurna, sehingga otak belum dapat memerintahkan organ untuk memproduksi hormon-hormon tertentu secara seimbang. Dari kasus tersebut tentu saja pasti ada salah satu hormon yang dominan. Fungsi hormon tersebut juga akan lebih domian pada remaja, namun jenis dan kadarnya akan berbeda pada setiap remaja.  Di usia remaja, manusia sangat rentan menderita gangguan mental. Gangguan mental masa kini memiliki beragam jenis. Beberapa yang paling sering disorot dan penderitanya sebagian besar adalah remaja yaitu eating disorder (anorexia dan bullimia), Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD) dan bipolar disorder. Saya sendiri adalah mantan bulimia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan tersebut muncul. Menurut saya, faktor

Me Talking about My ((Current)) Condition

Lately I'm not sure what I'm feeling. It feels like riding a roller-coaster everyday. I don't know what should I feel, I don't know how I should react. I just... don't know. I feel like I'm losing track of my life. I'm getting out of track. Well, let's see through my past then. I was an introverted girl and so am I now. I've never been comfortable with myself enough to depend on myself rather than depending on somebody who has a close relationship with me like my best friend. That sucks, I know, not being able to depend on yourself and to you just depend on others for your moral support. I should have been the best friend I need myself. It feels like time has passed so much since I wrote my last reflection. I had been doing great actually, but not for this past 2-3 weeks. I can't recall exactly what makes me being like this. The thoughts just coming so sudden and filling my head, even they sometimes make me grasping for air so much that

Curhat: Aku

Sebenarnya, aku hari ini pengen nulis tentang beberapa hal. Tetap curhatan, seperti biasa. Dan kupikir, aku akan memaksimalkan fungsi blog ini sebagai tempat curhatku, tempat untukku menuangkan semua pikiran-pikiranku, terutama yang negatif. Toh nanti, aku sendiri ini yang akan membaca tulisanku. Topik yang ingin kubahas hari ini mengenai seseorang yang belakangan ini sedang dekat denganku, aku yang semakin terlihat ke-introvert-annya, aku yang butuh muse untuk kembali menulis, dan aku yang sedang galau karena ke-introvert-anku itu. Mari kita bahas satu per satu. Ini sebagai salah satu cara untuk keluar dari pikiran negatif yang sering menghantuiku.  Aku saat ini sedang suntuk di rumah, ingin istirahat, dan memaksakan diri untuk refreshing. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang bisa membuatku segar kembali, yang membuatku lebih bahagia lagi, dan membuatku merasa keluar sejenak dari penat yang sempat menggangguku beberapa minggu ini. Aku tidak tahu. Hobi? Hobiku (dulu) menulis

Curhat: Running Thoughts

Aku baru pulang dari liburan keluarga bersama ke Jogjakarta selama beberapa hari. Aku dan keluarga besarku touring ke Jogja. Well, aku nggak akan ceritain gimana perjalananku selama di sana karena di post ini, aku benar-benar mau mengeluarkan semua yang membuat liburanku kemarin nggak bisa kuberi nilai 10/10. Kembali lagi pada masalah dari dalam diriku sendiri.  Supaya nggak bingung, sejak kecil, aku dan keluarga besarku dari pihak Papa sering touring ke kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Kami bahkan sudah sampai ke Bali dengan jalan darat. Convoy sekitar 6 mobil. Sudah beberapa tahun terakhir kami jarang pergi lagi, dan baru tahun ini lagi, kami berkesempatan untuk refreshing bersama-sama.  Tidak perlu ahli untuk tahu kalau aku sebenarnya senang sekali pergi touring bersama keluarga besarku meskipun aku pernah bermasalah dengan beberapa anggota keluarga itu pada masa labilku (masa SMP yang kelam). Usiaku waktu pertama kali touring itu adalah 7 tahun, jadi aku memang su